Minggu, 28 Agustus 2011

ETIKA SAFAR (BEPERGIAN JAUH)

ETIKA SAFAR (BEPERGIAN JAUH)

Disunnatkan bagi orang yang berniat untuk melakukan perjalan jauh (safar) beristikharah terlebih dahulu kepada Allah mengenai rencana safarnya itu, dengan sholat dua raka`at di luar shalat wajib, lalu berdo`a dengan do`a istikharah.

Hendaknya bertobat kepada Allah Shallallaahu alaihi wa Sallam dari segala kemak-siatan yang pernah ia lakukan dan meminta ampun kepada-Nya dari segala dosa yang telah diperbuatnya, sebab ia tidak tahu apa yang akan terjadi di balik kepergiannya itu.

Hendaknya ia mengembalikan barang-barang yang bukan haknya dan amanat-amanat kepada orang-orang yang berhak menerimanya, membayar hutang atau menyerah-kannya kepada orang yang akan melunasinya dan berpesan kebaikan kepada keluarganya. Membawa perbekalan secukupnya, seperti air, makanan dan uang.

Disunnatkan bagi musafir pergi dengan ditemani oleh teman yang shalih selama perjalanannya untuk meringankan beban diperjalananya dan menolongnya bila perlu. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Kalau sekiranya manusia mengetahui apa yang aku ketahui di dalam kesendirian, niscaya tidak ada orang yang menunggangi kendaraan (musafir) yang berangkat di malam hari sendirian”. (HR. Al-Bukhari)

Disunnatkan bagi para musafir apabila jumlah mereka lebih dari tiga orang mengangkat salah satu dari mereka sebagai pemimpin (amir), karena hal tersebut dapat memper-mudah pengaturan urusan mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila tiga orang keluar untuk safar, maka hendaklah mereka mengangkat seorang amir dari mereka”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Disunnatkan berangkat safar pada pagi (dini) hari dan sore hari, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Ya Allah, berkahilah bagi ummatku di dalam kediniannya”. Dan juga bersabda: “Hendaknya kalian memanfaatkan waktu senja, karena bumi dilipat di malam hari”. (Keduanya diriwayat-kan oleh Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Disunatkan bagi musafir apabila akan berangkat mengu-capkan selamat tinggal kepada keluarga, kerabat dan teman-temannya, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam  dan dia sabdakan: “Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanatmu dan penutup-penutup amal perbuatanmu”. (HR. At-Turmudzi, dishahihkan oleh Al-Albani).

Apabila si musafir akan naik kendaraannya, baik berupa mobil atau lainnya, maka hendaklah ia membaca basmalah; dan apabila telah berada di atas kendaraannya hendaklah ia bertakbir tiga kali, kemudian membaca do`a safar berikut ini:

سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا البِرَّ وَالتَّقْوَى ، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى ، اَللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ ، اَللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ ، اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعَثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ اْلمَنْظَرِ ، وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي اْلمَالِ وَالأَهْلِ (رواه مسلم )

“Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami; Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadamu di dalam perjalanan kami ini kebajikan dan ketaqwaan, dan amal yang Engkau ridhai; Ya Allah, mudahkanlah perjalannan ini bagi kami dan dekatkanlah kejauhannya; Ya Allah, Engkau adalah Penyerta kami di dalam perjalanan ini dan Pengganti kami di keluarga kami; Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari bencana safar dan kesedihan pemandangan, dan keburukan tempat kembali pada harta dan keluarga”. (HR. Muslim).

Disunnatkan bertakbir di saat jalan menanjak dan bertasbih di saat menurun, karena ada hadits Jabir yang menuturkan: “Apabila (jalan) kami menanjak, maka kami bertakbir, dan apabila menurun maka kami bertasbih”. (HR. Al-Bukhari).

Disunnatkan bagi musafir selalu berdo`a di saat perjala-nannya, karena do`anya mustajab (mudah dikabulkan).

 Apabila si musafir perlu untuk bermalam atau beristirahat di tengah perjalanannya, maka hendaknya menjauh dari jalan; karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila kamu hendak mampir untuk beristirahat, maka menjauhlah dari jalan, karena jalan itu adalah jalan binatang melata dan tempat tidur bagi binatang-binatang di malam hari”. (HR. Muslim).

Apabila musafir telah sampai tujuan dan menunaikan keperluannya dari safar yang ia lakukan, maka hendaknya segera kembali ke kampung halamannya. Di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu disebutkan diantaranya: “......Apabila salah seorang kamu telah menunaikan hajatnya dari safar yang dilakukannya, maka hendaklah ia segera kembali ke kampung halamannya”. (Muttafaq’ alaih).

Disunnatkan pula bagi si musafir apabila ia kembali ke kampung halamannya untuk tidak masuk ke rumahnya di malam hari, kecuali jika sebelumnya diberi tahu terlebih dahulu. Hadits Jabir menuturkan :”Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang seseorang mengetuk rumah (membangunkan) keluarganya di malam hari”. (Muttafaq’alaih).

Disunnatkan bagi musafir di saat kedatangannya pergi ke masjid terlebih dahulu untuk shalat dua rakaat. Ka`ab bin Malik meriwayatkan: “Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila datang dari perjalanan (safar), maka ia langsung menuju masjid dan di situ ia shalat dua raka`at”. (Muttafaq’ alaih).

Salam UntukMu Saudaraku


SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1 SYAWAL 1432 H
Minal Aidin Walfaidzin,
^Mohon Maaf Lahir dan Batin^






Sabtu, 27 Agustus 2011

Wanita Sholehah

Tidak banyak syarat yang dikenakan oleh Islam untuk seseorang wanita menerima gelaran solehah, dan seterusnya menerima pahala syurga yang penuh kenikmatan dari Allah s.w.t.

Mereka hanya perlu memenuhi 2 syarat yaitu :
1. Taat kepada Allah dan RasulNya
2. Taat kepada suami

Perincian dari dua syarat di atas adalah sebagai berikut :
1. Taat kepada Allah dan RasulNya
Bagaimana yang dikatakan taat kepada Allah s.w.t. ?
- Mencintai Allah s.w.t. dan Rasulullah s.a.w. melebihi dari segala-galanya.
- Wajib menutup aurat
- Tidak berhias dan berperangai seperti wanita jahiliah
- Tidak bermusafir atau bersama dengan lelaki dewasa kecuali ada mahram bersamanya
- Sering membantu lelaki dalam perkara kebenaran, kebajikan dan taqwa
- Berbuat baik kepada ibu & bapak
- Sentiasa bersedekah baik dalam keadaan susah ataupun senang
- Tidak berkhalwat dengan lelaki dewasa
- Bersikap baik terhadap tetangga

2. Taat kepada suami
- Memelihara kewajipan terhadap suami
- Sentiasa menyenangkan suami
- Menjaga kehormatan diri dan harta suaminya selama suami tiada di rumah
- Tidak bermasam muka di hadapan suami
- Tidak menolak ajakan suami untuk tidur
- Tidak keluar tanpa izin suami
- Tidak meninggikan suara melebihi suara suami
- Tidak membantah suaminya dalam kebenaran
- Tidak menerima tamu yang dibenci suaminya
- Sentiasa memelihara diri, kebersihan & kecantikannya serta rumah tangga

FAKTOR YANG MERENDAHKAN MARTABAT WANITA
Sebenarnya puncak rendahnya martabat wanita adalah dari faktor dalaman. Bukanlah faktor luaran atau yang berbentuk material sebagaimana yang digembar-gemburkan oleh para pejuang hak-hak palsu wanita.
Faktor-faktor tersebut ialah:

1) Lupa mengingat Allah
Kerana terlalu sibuk dengan tugas dan kegiatan luar atau memelihara anak-anak, maka tidak hairanlah jika banyak wanita yang tidak menyedari bahawa dirinya telah lalai dari mengingat Allah. Dan saat kelalaian ini pada hakikatnya merupakan saat yang paling berbahaya bagi diri mereka, di mana syaitan akan mengarahkan hawa nafsu agar memainkan peranannya.
Firman Allah s.w.t. di dalam surah al-Jathiah, ayat 23: ertinya:
” Maka sudahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya. Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya.”
Sabda Rasulullah s.a.w.: ertinya:
“Tidak sempurna iman seseorang dari kamu, sehingga dia merasa cenderung kepada apa yang telah aku sampaikan.” (Riwayat Tarmizi)
Mengingati Allah s.w.t. bukan saja dengan berzikir, tetapi termasuklah menghadiri majlis-majlis ilmu.

2) Mudah tertipu dengan keindahan dunia.
Keindahan dunia dan kemewahannya memang banyak menjebak wanita ke perangkapnya. Bukan itu saja, malahan syaitan dengan mudah memperalatkannya untuk menarik kaum lelaki agar sama-sama bergelumang dengan dosa dan noda. Tidak sedikit yang sanggup durhaka kepada Allah s.w.t. hanya kerana kenikmatan dunia yang terlalu sedikit.
Firman Allah s.w.t. di dalam surah al-An’am: artinya:
” Dan tidaklah penghidupan dunia ini melainkan permainan dan kelalaian dan sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, oleh kerana itu tidakkah kamu berfikir.” 

3) Mudah terpedaya dengan syahwat.

4) Lemah iman.

5) Bersikap suka menunjuk-nunjuk.
Dunia adalah perhiasan, perhiasan dunia yang terbaik adalah Wanita yang solehah

Ciri-ciri Suami Pilihan Wanita Solehah





Kriteria yang pertama adalah keutamaan kepada yang baik agamanya. Ini diukur kepada AKIDAHnya dan bagaimana dia beramal dengan Islam. Adakah ia menjaga solatnya, akhlaknya, dan seumpamanya. Ini adalah berdasarkan hadis ini:

“Apabila orang yang kamu redha agama dan akhlaknya datang meminang, hendaklah kamu kahwinkannya. Sekiranya kamu tidak melakukannya nescaya akan timbul fitnah dan kerosakan di atas muka bumi.” (Hadis Riwayat at-Tirmizi dalam kitab nikah, (no. 1080) daripada Abu Hatim al-Munzi)

Kemudiannya, hendaklah lelaki itu yang memiliki ciri-ciri kepimpinan yang baik bagi memimpin sebuah rumahtangga dan institusi kekeluargaan.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh kerana Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan kerana mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (an-Nisa’ 4: 34)

Ini adalah bagi menjamin antaranya keselamatan, kebahagian, nafkah (kewangan), dan pengurusan yang baik. Dalam persoalan lelaki sebagai pemimpin, lelaki dilebihkan dalam beberapa hal, antaranya adalah keupayaan fizikal yang melebihi wanita, dan kebolehan untuk bergerak dalam melaksanakan kerja/tugasan di luar.

Di samping itu, lelaki/suami juga perlulah berupaya mendidik keluarganya ke arah agama dan kehidupan yang baik. Ini adalah bagi menjamin kesejahteraan dalam berumahtangga, melahirkan zuriat yang soleh-solehah serta menjamin kebaikan di akhirat kelak. Oleh itu, bagi memiliki daya kepimpinan yang baik, suami juga perlulah memiliki ilmu yang sewajarnya bagi menjamin keluarga sentiasa dalam keadaan yang aman, harmoni dan bahagia.
Di dalam firman Allah s.w.t., maksudnya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya Malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak derhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Di dalam ayat tersebut juga dinyatakan bahawa, suami atau seseorang individu itu bertanggungjawab untuk memastikan keluarga sentiasa dalam naungan agama yang sahih dan baik bagi menjamin keselamatan ahli keluarganya dari keburukan di akhirat.Antara lain, para wali berperanan untuk memilihkan calon suami yang menepati kehendak anak perempuannya dan yang disukainya. Tidak begitu wajar, jika anak perempuan dipaksa untuk menikah dengan seorang lelaki yang tidak disuakainya.
Dalam hal ini, para wali juga wajar mencarikan lelaki yang baik parasnya (yang disukai) di samping beberapa ciri yang sebelumnya.

Dalam hal ini, Ibnul Jauzi berkata:“Disukai bagi yang ingin menikahkan anak gadisnya agar memilih pemuda yang bagus parasnya. Kerana kaum wanita juga menyukai apa yang disukai oleh kaum lelaki.” (Ahkaamun Nisaa’, hal. 203)

Ibu bapa dan para wali juga perlulah memerhatikan dengan siapakah anaknya dinikahkan. Ini adalah bagi memastikan anak gadisnya bernikah dengan orang yang tepat dan baik serta memastikan kehidupan rumahtangga yang bahagia di masa hadapan.

Dalam satu riwayat, ketika Fatimah binti Qais r.ha. datang kepada Nabi s.a.w. bagi mengkhabarkan bahawa Abu Jahm dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan datang meminangnya, Rasulullah s.a.w. bersabda kepadanya: “Mu’awiyah adalah lelaki miskin tidak punyai harta, adapun Abu Jahm adalah lelaki yang suka memukul wanita, maka nikahlah dengan Usamah bin Zaid.” Fatimah mengisyaratkan dengan tangannya tanda menolak, yakni jangan Usamah, jangan Usamah!Rasulullah s.a.w. bersabda kepadanya:“Mentaati Allah dan Rasul-Nya adalah lebih baik bagimu.” Fatimah berkata: “Akupun menikah dengannya dan aku bahagia sekali.” (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan supaya lelaki yang dipilih itu mampu memenuhi keperluan nafkah keluarga dan janganlah dinikahkan anak (wanita) itu dengan seseorang lelaki yang tidak pasti sama ada dapat melayani/menjaga anak gadisnya dengan baik atau tidak.

Selain itu, menurut imam Nawawi rahimahullah di dalam Syarh Sahih Muslim, beliau menyatakan tentang hadis ini bahawa:“Adapun anjuran Nabi s.a.w. agar menikahi Usamah adalah kerana beliau mengetahui kadar agamanya, keutamaannya, keelokan perangai dan kemuliaannya. Maka Nabi menganjurkan agar menikah dengannya. Namun Fatimah tidak menyukainya kerana Usamah bekas budak dan warna kulitnya hitam. Maka Nabi s.a.w. terus menerus menganjurkannya agar menikah dengan Usamah. Kerana Rasulullah s.a.w. mengetahui kemaslahatannya bagi Fatimah. Dan ini terbukti.”

Terdapat suatu hadis yang lain yang menyatakan, lelaki dianjurkan dari kalangan yang mampu memberi nafkah yang baik/mampu.“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, (no. 5066))

Dari ini juga membuktikan bahawa kesepadanan dan keselarasan dalam Islam adalah amat penting dan agama merupakan suatu asas yang paling utama mengatasi paras rupa dan kedudukan/harta.Seterusnya, dianjurkan untuk seseorang wanita bernikah dengan lelaki yang sebaya usianya. Dan tidak digalakkan untuk seorang wanita menikah dengan seorang lelaki yang jauh lebih tua darinya atau berusia.

Diriwayatkan dari Buraidah bin al-Hushaib r.a. ia berkata: “Abu Bakar dan Umar r.a. datang meminang Fatimah r.ha..” Rasulullah s.a.w. bersabda: “Ia masih kecil.”Lalu Ali r.a. datang meminang dan Rasulullah s.a.w. menikahkan Fatimah dengannya. (Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dengan sanad yang hasan)Dan imam an-Nasa’i juga telah meletakkan suatu bab di dalam sebuah kitabnya (as-Sunan ash-Shugra) atas tajuk “Menikahkan Wanita dengan Lelaki yang Sebaya Usia Dengannya.”Seterusnya, para wali berhak untuk menikahkan atau menawarkan anak gadis beliau kepada pemuda yang baik-baik. Ini dikira dari sudut agamanya (kesolehan).

Dalam Fathul Bari (9/83), al-Hafiz Ibnu Hajar berkata:“Seseorang dibolehkan untuk menawarkan anak gadisnya atau wanita yang berada di bawah tanggungjawabnya kepada lelaki yang diyakini baik dan soleh. Kerana hal itu akan membawa manfaat kepada yang ditawarkan dan seseorang tidak perlu merasa malu untuk melakukan hal itu.

Dan juga diperbolehkan ia menawarkannya kepada lelaki soleh walaupun ia sudah beristeri.”Malah, wanita itu dibolehkan untuk menawarkan dirinya (untuk dinikahi) kepada lelaki yang diketahui kesolehannya.

Ini berdasarkan kepada suatu riwayat, dari anas bin Malik r.a. ia berkata: “Seorang wanita datang menawarkan dirinya kepada Rasulullah s.a.w. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, apakah engkau mempunyai keinginan untuk menikahiku?””Puteri Anas berkata: “Betapa sedikit rasa malunya, alangkah buruk wanita ini, alangkah jelek wanita ini!”Anas berkata: “Dia lebih baik daripada dirimu. Ia mencintai Rasulullah s.a.w. dan menawarkan dirinya kepada beliau.” (Diriwayatkan oleh Bukhari, 3/246, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Dalam persoalan ini juga, imam Bukhari telah meletakkan satu bab bertajuk “Seorang Wanita Menawarkan Dirinya Kepada Lelaki Soleh”.Akhir sekali, adalah dilarang wanita yang baik dan solehah, dinikahkan/bernikah dengan lelaki yang buruk atau seorang penzina.

Ini adalah berdasarkan Firman Allah s.w.t. ini,“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik...” (an-Nuur 24: 3)

Secara keselurannya, sebagai kesimpulan, diajurkan para wali atau wanita untuk memilih calon suami yang baik agamanya (lelaki soleh) sebagai keutamaan, memiliki daya kepimpinan yang baik dalam persoalan kekeluargaan, memiliki kemampuan dari segi kewangan dan ilmu, dan memliki keterampilan/ personaliti yang disenangi oleh si wanita. Perlu ditekankan, bahawa dalam banyak riwayat, ditunjukkan bahawa pengaruh agama itu lebih diberi keutamaan berbanding ciri-ciri yang lainnya.

Malah, di dalam beberapa hadis menunjukkan bahawa ada lelaki yang miskin namun baik agamanya, adalah diberi kepercayaan/ saranan oleh nabi s.a.w. sendiri.
Pilihlah yang baik agamanya sebagai priority...“... jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dari limpah kurnia-Nya kerana Allah Maha Luas (rahmat-Nya dan limpah kurnia-Nya), lagi Maha mengetahui.” (an-Nuur 24: 32)

Wallahu a’lam

Rabu, 17 Agustus 2011

ETIKA BERTAMU

ETIKA BERTAMU

Untuk orang yang mengundang:

Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan seorang mu`min, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersbda: “Seburuk-buruk makanan adalah makanan pengantinan (walimah), karena yang diundang hanya orang-orang kaya tanpa orang-orang faqir.” (Muttafaq’ alaih).

Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga dan berfoya-foya, akan tetapi niat untuk mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan membahagiakan teman-teman sahabat.

Tidak memaksa-maksakan diri untuk mengundang tamu. Di dalam hadits Anas Radhiallaahu anhu ia menuturkan: “Pada suatu ketika kami ada di sisi Umar, maka ia berkata: “Kami dilarang memaksa diri” (membuat diri sendiri repot).” (HR. Al-Bukhari)

Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.

Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.

Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.


Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hida-ngan) sebelum tamu selesai menikmati jamuan.


Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.

Bagi tamu :

Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur, karena hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengatakan: “Barangsiapa yang diundang kepada walimah atau yang serupa, hendaklah ia memenuhinya”. (HR. Muslim).

Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.

Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya, karena hadits yang bersumber dari Jabir Shallallaahu alaihi wa Sallam menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda:”Barangsiapa yang diundang untuk jamuan sedangkan ia berpuasa, maka hendaklah ia menghadirinya. Jika ia suka makanlah dan jika tidak, tidaklah mengapa. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Jangan terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini memberatkan yang punya rumah juga jangan tergesa-gesa datang karena membuat yang punya rumah kaget sebelum semuanya siap.

Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.

Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.

Hendaknya mendo`akan untuk orang yang mengundangnya seusai menyantap hidangannya. Dan di antara do`a yang ma’tsur adalah :

أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ ، وَصَلَّتْ عَلَيْكُمْ المَلاَئِكَةُ (رواه أبو داود )

“Orang yang berpuasa telah berbuka puasa padamu. dan orang-orang yang baik telah memakan makananmu dan para malaikan telah bershalawat untukmu”. (HR. Abu Daud, dishahihkan Al-Albani).

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ ، اَللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنَا وَاسْقِ مَنْ سَقَانَا

“Ya Allah, ampunilah mereka, belas kasihilah mereka, berkahilah bagi mereka apa yang telah Engkau karunia-kan kepada mereka. Ya Allah, berilah makan orang yang telah memberi kami makan, dan berilah minum orang yang memberi kami minum”.

Senin, 15 Agustus 2011

Wanita


Wanita…
Wanita mampu tersenyum bahkan saat hati’a menjerit,
Mampu menyanyi saat menangis dan menangis saat terharu.
Bahka terrwa dsaat ketakutan,
Brkorban demi orang yg dicintai n disyng’inya
Mampu berdiri melawan ketidakadilan,
Menerjunkan diriny utk klwrga’a,
Cinta’a tanpa syarat
Dia menangis saat melihat anak’a adl pemenang
Bgtu bahagia mendengar kelahiran.
Namun hatinya begitu sdih mendgr berita sakit dan kematian,
Tpi dia slalu mempunyai kekuatan utk mengatasi hidup’a.